Jumat, 09 Juni 2006

INDONESIA SEBAGAI NEGARA KERAJAAN

Melihat mantan presiden Soeharto terbaring sakit. Ditambah lagi dengan berita yang membahas sakitnya beliau yang berlomba lomba ditayangkan oleh semua stasiun tv. timbul ide untuk kembali menulis topik berandai - andai bila Indonesia sebagai kerajaan.

Heran sekali saya dengan para founding father kita yang memilih bentuk negara kesatuan yang namanya republik. Padahal sejak SD kita dibuai dengan sejarah keemasan sebelum republik ini berdiri. Sejarah itu menunjukkan bahwa saat itu indonesia berbentuk kerajaan. Tak terbantahkan lagi bahwa tidak ada dalam sejarah sebelum republik Indonesia berdiri di kawasan asia tenggara tempat republik ini berdiri ada kawasan negara yang berbentuk republik. Semuanya adalah kerajaan.

Masa kerajaan keemasan kerajaan sriwijaya, wilayah yang dikuasai bisa jadi jauh lebih besar dari wilayah republik ini. Meliputi hingga ke Indocina (sekarang sekitar wilayah vietnam). Demikian pula ketika masa keemasan kerajaan Majapahit yang menguasai hampir seluruh asia tenggara.

Teringat salah satu ucapan Founding father kita Bung Karno. Beliau bilang `jangan sampai melupakan sejarah` alias jas merah. tapi herannya kenapa yang dibentuknya jadi negara republik. Bukannya kesatuan kerajaan kerajaan. Jelas jelas sejarah keemasan kita adalah masa raja raja berkuasa. Terlepas dari baik atau tidaknya memerintah ya.

Kita lihat negara tetangga kita Thailand, negara yang sampai saat ini berbentuk kerajaan. Merekapun dikenal satu satunya negara yang tidak pernah dijajah bangsa eropa pada masa penjajahan bangsa bangsa asia. Di negara tersebut kepala pemerintahannya adalah perdana menteri. Dan sosok raja adalah sosok yang sangat dimuliakan dan dihormati seluruh rakyatnya. Di negara thailand tersebut beberapa kali terjadi perebutan kekuasaan pemerintahan. Tapi tidak ada perebutan kekuasaan kerajaan. Bahkan ketika terjadi pertikaian perebutan kekuasaan, raja dapat menjadi pengayom dan penengah untuk menyelesaikan masalah. Dan ketika titah raja sudah turun, maka seluruh rakyatpun akan tunduk. Karena sudah terbukti bahwa setiap keputusan raja akan membawa kemakmuran kepada rakyatnya. Sehingga rajapun begitu dicintai rakyatnya.

Kita menengok ke negara jepang. Bentuk kerajaan dan kehidupan politiknya pun seperti thailand. Raja sebagai simbol kekuasaan dan dapat menjadi penengah bagi kehidupan politik di negaranya

Nah, sekarang kita lihat kondisi negara kita yang berbentuk negara kesatuan republik. Dari namanya saja sudah salah.. Menurut saya lho... Awalnya dulu kan indonesia bukan terdiri dari negara - negara republik. Justru terdiri dari negara - negara kerajaan. Bahkan sebelum sumpah pemuda pun .. Indonesia terdiri dari negara negara kerajaan.
Entah mengapa kok jadinya bentuk negara republik yang dipilih.

Akibatnya dari pemilihan bentuk negara republik, terjadi inefisiensi kehidupan bernegara dan berbangsa. Kultur budaya serta mental hidup bangsa Indonesia yang diwariskan oleh orang tua dan para pendahulu kita, kental sekali dengan budaya masyarakat kerajaan. Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam setiap sendi kehidupan bermasyarakat, nilai suatu jabatan yang sekecil apapun akan sangat dihormati oleh masyarakatnya. yang katanya dalam negara republik menjunjung tinggi demokrasi. Omong kosong, tetap saja banyak keputusan berdasar kepentingan sebagian golongan saja. Akibatnya makin kacau balau. Dari berbagai macam golongan tersebut mulai menciptakan kerajaan kerajaan kecil. akibatnya semua orang merasa memiliki kekuasaan. Dan akibatnya ketika kepentingan golongan ini saling dibenturkan, sulit sekali untuk ada yang bisa menengahi. Karena tidak ada sosok yang benar benar dihormati oleh seluruh rakyat.

Kita menunggu yang namanya 'satria piningit' yang katanya akan mampu mengatasi segala permasalahan di Indonesia, yang dihormati oleh seluruh rakyat. Rasanya aneh.. Kok Indonesia yang jelas - jelas negara republik malah menunggu satria piningit. Itu kan berarti menunggu seorang raja yang jelas jelas tidak ada dalam negara republik. Aneh kan.. Makin keblinger pola pikir bangsa ini. Ya pastilah akan begitu karena tu istilah satria piningit keluar dari mulut paranormal. Tapi di balik itu terlihat sekali bahwa mental sebagai rakyat sebuah kerajaan itu masih sangat kental.

Seorang raja berkuasa sering sekali hingga akhir hayatnya. Bahkan walaupun sudah menunjuk pengganti, sang raja masih dapat sangat dihormati. Seorang raja yang telah menunjuk pengganti biasanya akan masuk ke kalangan rahib atau pendeta, dan menjadi orang yang menjadi rujukan penyelesaian masalah yang biasanya sudah tidak dapat diselesaikan oleh raja. Pensiunan raja ini tetap memiliki kekuasaan dan kekuatan, padahal jelas jelas dia tidak memiliki kekuasaan sebagai raja. Dalam kultur kerajaan, kelompok rahib dan pendeta memiliki posisi tawar yang sangat tinggi.

Kita kembali lihat kepada sosok mantan presiden soeharto. setelah lengser beliau dihujat di mana mana. Tapi sudah menjadi rahasia umum bahwa pejabat pejabat negara ini masih sering sowan dan meminta restu beliau. Mirip sekali kejadian ini dengan gambaran dalam sebuah kerajaan.

Jadi kesimpulan yang saya ambil bahwa negara kita ini sedang mengalami kebiasan jati diri. Kalau memang negara ini perlu sosok yang bisa menjadi penengah, ya ubah saja jadi negara kerajaan. Kalau tetap mau jadi negara republik, semua harus bersikap dewasalah. Jangan sampai semua merasa yang paling berkuasa, merasa yang paling punya kepentingan dengan mengatasnamakan kepentingan rakyat. Tapi ujung ujungnya rakyat juga yang sengsara.

Ini mah pendapat saya sebagai rakyat kecil. Boleh setuju boleh tidak ... Lha namanya juga hasil lamunan waktu nonton berita Pak Harto sakit..

Kamis, 08 Juni 2006

MEROKOK DAN MELUDAHI

Saya yakin semua orang waras yang ada di seluruh dunia akan tersinggung bila diludahi. Apalagi yang diludahi adalah bagian wajah. Bisa bisa akan timbul pertumpahan darah. Karena hal tersebut identik dengan mencoreng harga diri orang yang diludahi.

Saya juga yakin banyak sekal orang yang merokok di dunia ini, terutama laki - laki. Bahkan pada beberapa suku bangsa merokok merupakan salah satu warisan budaya bangsanya.

Nah, apa hubungannya merokok dengan meludahi. Ini pendapat saya pribadi yang muncul karena di depan mata saya ada seorang laki - laki yang berbicara dengan seorang wanita sambil merokok.

Merokok sudah tidak usah disangkal lagi dapat menyebabkan gangguan kesehatan. Kalau pendapat itu semua orang sudah mafhum, sudah paham. Bahkan seorang perokokpun tahu hal itu. Makanya saya tidak akan membicarakan merokok dari sisi kesehatan fisiologis tubuh. Tapi dari sisi sosial, yang idenya tercetus dari dua orang yang sedang berbicara dan salah satunya sedang merokok.

Menurut saya sih dalam hubungan sosial yang di dalamnya adalah mayoritas bukan perokok, seharusnya seorang perokok berusaha menahan diri untuk tidak merokok. Tipikal orang indonesia biasanya enggan sekali untuk menegur orang yang sedang merokok. Rata rata sih bukan karena tidak merasa terganggu tetapi karena sikap apatis dan masa bodoh dengan hal tersebut. Yang lain mungkin merasa segan. Padahal dengan tidak menegur orang tersebut, banyak sekali hak - hak hidup yang terampas secara paksa.

Semua manusia berhak untuk menikmati dan menghirup udara yang bersih. Semua manusia berhak untuk memiliki kesehatan fisiologis yang bebas dari asap rokok. Itu kalau dilihat dari kacamata dan sudut pandang kesehatan. Mungkin pendapat senada sudah sering didengar. tetapi ada yang secara tidak sadar telah dilakukan kepada seorang perokok kepada non perokok. Yaitu menginjak - injak harga diri orang yang tidak merokok, melakukan pemerkosaan, dan pemaksaan kehendak.

Bagaimana hal itu bisa terjadi ?
Bayangkan bila kita berada di antara orang yang merokok, sudah pasti ada asap yang terhirup meskipun kita sudah ada berusaha untuk tidak menghirupnya. Asap itu harus kita telan mentah mentah tanpa ditawar tawar. Apakah si perokok peduli dengan limbah asapnya..? sebagian perokok mungkin akan merasakan empati ketika melihat korban asap rokoknya menyindir dengan menutup hidung. Tapi ingat... Sebagian asap rokok tersebut sudah masuk ke dalam saluran pernafasan dan masuk ke peredaran darah dan tidak mungkinuntuk ditarik kembali. Apakah si perokok dapat mengembalikan kondisi tubuh si 'korban' seperti semula..? Tidak akan pernah bisa... Bukankah itu adalah bentuk pemerkosaan yang tak disadari pelaku dan korban

Bila meludah diibaratkan mengeluarkan sekret tubuh yang pasti tidak akan seorangpun akan menjilatnya kembali. Ludah yang sudah dibuang adalah sampah tubuh yang tidak termanfaatkan lagi. demikian juga asp rokok, yang akan dibuang setelah dihisap. Tanpa ada yang dapat dimanfaatkan sedikitpun. Asap rokok adalah limbah manusia yang berbentuk gas, sedangkan ludah adalah limbah yang berbentuk cair.

Ketika asap rokok mengenai seorang non perokok maka residu asap yang berupa partikel partikel karbon kecil akan menempel di bagian tubuh yang terkena. Terutama bagian wajah, bahkan masuk dengan paksa ke dalam tubuh. Bila seseorang yang diludahi wajahnya bisa sangat murka padahal ludah yang menempel gampang sekali untuk dibersihkan. Seharusnya orang yang terkena asap rokok orang lain dapat lebih dari sekedar murka. Karena mustahil sekali asap rokok yang menempel di tubuhnya dapat dibersihkan tanpa menimbulkan bekas dibandingkan dengan bila diludahi yang dapat bersih kembali bila dicuci dengan air saja.

Apakah kita rela bila ada orang yang memaksakan masuk racun dalam tubuh kita, baik sadar ataupun tidak ? Apakah rela bila harga diri kita diinjak injak oleh seorang perokok dengan asapnya , yang lebih dahsyat daripada sekedar meludahi ?